Omnis Res Est Omnia

Every thing is Everything


Kita bercengkerama dalam tiga hal, masa lalu, kini dan depan. Suatu sore kita berteduh dari guyuran hujan di tengah perjalanan menyusuri sungai. Ditemani rintik hujan yang ritmis, aku terdorong memantik pembicaraan tentang yang sudah terlewat, tentang bagian dirimu sebelum aku datang.

Masa adalah jarak. Ketika kita membicarakan masa lalu, rasanya wajahmu menjauh puluhan meter. Suaramu dan suaraku tertelan keriuhan zaman. Di mataku, masa lalumu adalah ilusi. Serupa dongeng sebelum tidur yang diam-diam tertanam kuat dalam alam bawah sadar.

Tiap kali tabir masa lalu terbuka, seperti ada gulungan ombak yang siap menenggalamkanku hidup-hidup. Sebenarnya aku bisa saja tak peduli pada masa lalumu. Tapi kalau aku benar mencintaimu, aku harus menyiapkan dada yang lapang untuk menerima sepenuhnya dirimu, termasuk masa lalumu.

Menulis tentang perempuan bisa dimulai dan diakhiri di mana saja. Kali ini, saya ingin menulis dengan bebas, memilih perspektif saya sendiri. Berangkat dari persoalan dasar dan laten... 
Saya awali dengan sebuah cuplikan dialog dari film Iron Lady yang sudah diterjemahkan, diambil dari scene ketika Tatcher dilamar oleh Denis, suaminya.

Denis: Margaret, maukah kau menikahiku? Bagaimana?

Margaret: Ya. Ya! (raut mukanya berubah dari senang menjadi ragu)
Denis: Apa?

Margaret: aku sangat mencintaimu tetapi .. Aku tidak akan pernah bisa menjadi salah satu dari wanita itu Denis, yang selalu diam dan bersikap manis di sisi suami mereka atau terpisah dan sendirian di dalam dapur mencuci apapun yang ada disana. Kita akan mendapat bantuan untuk itu. Tidak.. Hidup seseorang haruslah bermanfaat Denis. Lebih dari memasak dan bersih-bersih dan anak-anak, hidup seseorang haruslah lebih berarti daripada itu saja. Aku tidak mau mati mencuci sebuah cangkir teh . Aku serius Denis. katakan kau mengerti.
Denis: Karena itulah aku ingin menikahimu, sayangku.

Percakapan di atas, pertama-tama, mengantarkan kita pada persoalan abadi dalam gender, yakni publik dan domestik. Dikotomi dua ranah itu adalah niscaya. Tapi, dalam gender, problematika utama adalah ketidaksetaraan. Gender differences dimaklumi, tapi gender inequalities itu tidak manusiawi.



Hospes Libro