Omnis Res Est Omnia

Every thing is Everything


Bersambung…
Dan semua yang tampak dari manusia merupakan kebencian abadi, tapi cinta telah menerangi hati setiap insan yang mau berpaling menghadap sang cinta dengan kemurnian jiwa yang telah tertanam sebagaimana kesucian bayi ketika lepas dari surgamu.”


Syed Omir, seorang tetua kabilah kaya raya dengan segala kemuliaan dunia terlimpah kepadanya. Seorang sholih lagi memiliki pendamping yang sholihah, tidak satupun kekurangan dimiliki oleh orang ini. Hidup sebagai petinggi di kabilah besar lagi mulia. Setiap musafir padang pasir yang tersesat mendengar namanya bagaikan menemukan Syams  yang menghangatkan lagi menenangkan. Seorang yang kelaparan bila datang ke istananya pastilah ia pulang dengan membawa berkarung-karung makanan. Dia selalu membukakan pintunya untuk setiap anak yatim dan janda yang kedinginan, menyediakan selimut, sebagaimana dia menyediakannya untuk istrinya.
Setiap malam dia mengabaikan kehangatan selimut selagi menerjang dinginnya air malam hanya untuk mengambil air wudhu. Ya, selain dermawan dia juga merupakan seorang abit yang rajin mengerjakan qiyamul lail . Setiap malam dia menangis dalam sujud sucinya menghadap Sang Cinta, mengharap di hadirkan seorang keturunan yang kelak akan melanjutkan namanya di dunia ini. Ya, laki laki ini sudah mulai rentan terhadap kehidupan dunia, sendi-sendi nya sudah mulai menua, rambutnya sudah mulai beruban, tapi dari pernikahannya dengan istrinya dia belum juga dikarunia seorang keturunan. Setiap kali dia beribadah, setiap kali dia berderma, hanya satu yang dia harapkan sebagai imbalan, bukannya gunung emas penuh permata yang dia harapkan, karena dia telah memilikinya. Hanya seorang putra yang memegang namanyalah yang diharapkan melibihi semua gemerlap dunia yang telah ada dalam genggamannya.
Pada suatu malam seperti dalam tangisan sujudnya menghadap sang khaliq dia tertidur dan bermimpi, dalam mimpinya dia melihat seorang anak laki-laki rupawan yang memakan seratus ekor unta betina, dengan ragu-ragu dia mendekati anak itu dan berkata “Siapakah orang tua dari anak yang rupawan ini”, anak tersebut menjawab dengan singkat “Engkaulah ayahku”.
Terbangun dari mimpinya diapun sangat senang, dia yakin mimpi itu merupakan isyarat dari Tuhan. Tanpa berpikir panjang pun pagi harinya dia langsung menyiapkan 100 ekor unta untuk disembelih dan di bagikan kepada fakir miskin, anak yatim, musafir, dan para janda yang dia lihat. Entahlah apa yang ia lakukan, dia hanya melakukan apa yang mimpinya isyarakatkan meskipun dia tahu bahwa arti mimpi tersebut masih ambigu. Tapi, tidak ada yang mengubah keyakinan lelaki tua ini, dia sangat yakin bahwa hal ini merupakan isyarat dari Tuhan.
Tak lama kemudian, dia mendapati kabar bahwa istri yang dicintainya mengandung seorang bayi. Mendengar berita tersebut Syed Omir pun gembira bukan main, dia semakin giat melaksanakan sholat malam, membelanjakan semua harta yang dimilikinya untuk kepentingan bersama, “Apalah arti semua mutiara yang kumiliki jika suatu saat nanti juga akan lapuk, semua yang aku butuhkan adalah seorang anak yang akan menjaga semua mutiaraku agar tidak  lapuk terkikis ombak” katanya.
Sembilan bulan penantiannya pun berbuah manis, bayi yang didam-idamkannya pun lahir, seorang bayi laki-laki mirip dengan yang ditunjukkan oleh Tuhan dalam mimpinya. Dengan segala kemewahan dalam istananya dia merawat bayi tersebut dengan penuh kasih sayang.
Beberapa tahun berlalu, bayi kecil tersebut telah tumbuh menjadi seorang remaja yang rupawan bernama Qays. Selain rupawan dia juga merupakan seorang pemuda yang sangat pandai bersyair. Tentulah itu merupakan hal yang selalu menjadi impian setiap gadis di kabilahnya.
Untuk menghindari hal yang tidak-tidak Syed Omir mengirimkan putranya kepada seorang sufi yang terkenal dengan kealimannya, berharap agar kelak ketika Qays kembali ke kabilahnya dia telah siap untuk menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin kabilah.

0 comments:

Post a Comment

Hospes Libro